ulinulin.com – JAKARTA – Harga nikel di bursa perdagangan London Metal Exchange (LME) terus memperlihatkan tren kenaikan dalam tiga bulan terakhir. Badan Energi Internatioal (International Energy Agency/IEA) pun memproyeksikan permintaan nikel di pasar global terus meningkat seiring dengan penguatan tren energi baru terbarukan (EBT).
Dalam laporannya di “Southeast Asia Energy Outlook 2022”, IEA memprediksi permintaan nikel untuk keperluan teknologi energi bersih akan berkembang pesat sampa 20 kali lipat selama periode 2020 hingga 2040. Khusus untuk kawasan Asia Tenggara, IEA memperkirakan nilai penjualan sumber daya nikel pada 2020 baru mencapai US$15,2 miliar. Kemudian pada 2030 nilainya diproyeksikan naik dua kali lipat lebih menjadi US$ 36,6 miliar dan meningkat lagi jadi US$ 40,8 miliar pada 2050.
Bagi Indonesia dan Philipina yang merupakan negara produsen nikel terbesar di dunia, IEA menilai hal ini merupakan peluang besar bagi negara-negara Asia Tenggara. Apapun kebijakan yang diterapkan Indonesia, dikatakan oleh IEA, dengan pasokan setengah dari pertumbuhan nikel global, bakal memberi pengaruh sangat signifikan terhadap rantai pasokan nikel dunia.
“Kami yakin masa depan nikel akan semakin cerah. Dan kita punya peluang besar untuk merebut pemenuhan kebutuhan dunia karena Indonesia memiliki lebih dari setengah cadangan dunia, sekitar 150 juta ton,” ujar Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan menanggapi proyeksi IEA, dalam keterangan tertulis, Selasa (1/11/2022).
PT Citra Lampia Mandiri sendiri merupakan perusahaan pertambangan nikel yang beroperasi di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Ditambahkan oleh Helmut, tidak hanya terbesar dari sisi volume, penyebaran cadangan nikel di Indonesia juga paling besar di dunia. Di Indonesia saja, 90% cadangan nikel tersebar di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan Maluku Utara, bahkan tiga besar penghasil nikel dunia berada di Sulawesi.
Menurut Helmut, beberapa daerah Sulawesi yang berkembang menjadi lokasi pertambangan nikel antara lain Kolaka (Sulawesi Tenggara), Morowali (Sulawesi Tengah) dan Luwu Timur (Sulawesi Selatan). Daerah yang disebut terakhir, di mana CLM beroperasi, merupakan kabupaten penghasil nikel terbesar di dunia. Sedangkan di Maluku daerah tambang nikel antara lain terdapat di Halmahera (Maluku Utara) dan Pulau Ternate. Cadangan nikel ini juga meluas sampai ke Papua, yang lokasi tambangnya antara lain terdapat di Pulau Gag.
Selain terbesar dari sisi volume, kualitas nikel di Indonesia juga terbaik di dunia. Mengingat nikel kelas satu sangat dibutuhkan bagi pengembangan baterai mobil listrik untuk campuran jenis logam cobalt.
Meski permintaan nikel dari segmen baterai ini belum terlalu besar, namun segmen kendaraan listrik (electric vehicle) yang diperkirakan akan tumbuh cepat, akan memicu naiknya permintaan nikel kelas satu dari Indonesia. Data IEA mengungkapkan, kendaraan listrik saat ini menyumbang 2% lebih dari penjualan mobil global dan akan menjadi 58% pada 2040.
Sebagai informasi, sejauh ini, konsumen nikel terbesar berasal Tiongkok dan menurut data Statista, permintaan nikel Tiongkok pada 2020 telah mencapai 1,31 juta ton. Sementara itu, berdasarkan data International Nickel Study Group (INSG) jumlah permintaan nikel global diperkirakan meningkat 2,78 ton pada tahun lalu menjadi 3,02 juta ton untuk tahun ini. INSG mengatakan, peningkatan itu antara lain ditopang oleh perluasan produksi baterai global untuk memasok kendaraan listrik beberapa tahun mendatang.
Di samping itu, biji nikel berkadar tinggi sangat dibutuhkan untuk industri pengolahan atau smelter di Indonesia. Nikel merupakan bahan baku penting bagi pembangkit energi geothermal dan salah satu bahan baku baja tahan karat (stainless steel). Saat ini, serapan nikel untuk kebutuhan industri stainless steel tercatat masih tertinggi di Indonesia. Lebih dari itu, perusahaan listrik juga sangat butuh nikel meski dalam kadar rendah. Nikel adalah bahan baku pembuatan suku cadang mesin, kabel dan lain-lain.
“Pendek kata kebutuhan nikel sangat intensif dalam perkembangan industri hulu sampai hilir. Karena itulah kami sangat optimis terhadap masa depan nikel Indonesia,” tutur Helmut.