ulinulin.com – Akhir-akhir ini di berbagai berita, kita mendengar bahwa nilai tukar rupiah mengalami penurunan. Hingga minggu ini, pergerakan Rupiah pun turun menjadi sekitar Rp13.700-an per 1 US Dollar. Seperti apa ya dampak penurunan rupiah ini terhadap IHSG?
Rivan Kurniawan, seorang Analis Saham Independen menjabarkannya dalam artikel berikut.
Artikel ini dipersembahkan oleh:
Adanya Pelemahan Nilai Tukar Rupiah
Memasuki bulan Maret 2018, pasar saham terasa lebih berat dibandingkan dengan sebelum-sebelumnya. Sejumlah faktor turut mempengaruhi pergerakan IHSG.
Salah satunya adalah kebijakan moneter The Fed yang berencana menaikkan kembali suku bunganya di tahun 2018 ini. Kita mengetahui bahwa sejak tahun 2017 lalu The Fed sudah menaikkan suku bunganya beberapa kali dari 0,25% menjadi 1,5% saat ini.
Di tahun 2018, The Fed akan kembali menaikkan kembali tingkat suku bunganya. Salah satu dampak dari kenaikan tingkat suku bunga Fed Rate tersebut adalah melemahnya nilai tukar Rupiah, di mana dalam sebulan terakhir ini Rupiah melemah dari Rp13.300-an menuju Rp13.700-an.
Angka nilai tukar Rupiah ini merupakan rekor terburuk sejak Februari 2016 yang lalu. Sejumlah analis bahkan memprediksi bahwa Rupiah akan melemah sampai dengan Rp14.000-an.
Apakah benar demikian? Sebenarnya apa korelasi antara kenaikan Fed Rate dan Pelemahan Nilai Tukar Rupiah? Serta apa dampak Pelemahan Nilai Tukar Rupiah terhadap IHSG? Mari kita bahas satu persatu.
Faktor Yang Mempengaruhi Pelemahan Nilai Tukar Rupiah
Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut, mari kita jawab sebuah pertanyaan: Faktor apa yang menyebabkan Nilai Tukar Rupiah melemah?
Apakah melemahnya nilai tukar Rupiah hanya disebabkan karena kenaikan Fed Rate? Jawabannya tidak.
Sedikit flashback ke belakang, Rupiah juga pernah melemah secara signifikan di tahun 2013 dan 2015. Di tahun 2013, Rupiah melemah dari Rp9.000-an ke Rp12.000-an. Dan di tahun 2015, Rupiah melemah dari Rp12.000-an ke Rp15.000-an.
Jika kita korelasikan pelemahan Rupiah di tahun 2013 dan 2015 tersebut dengan Fed Rate, kita tahu saat itu Fed Rate masih adem ayem di 0,25% alias masih di titik terendahnya.
Jadi, sekarang kita tahu bahwa kenaikan Fed Rate bukan pengaruh tunggal yang menyebabkan melemahnya nilai tukar Rupiah. Lalu kalau begitu, apa penyebab melemahnya Rupiah di tahun 2013 dan 2015?
Kenaikan Fed Rate merupakan salah satu faktor melemahnya nilai tukar Rupiah
Salah satu penyebab melemahnya Rupiah saat itu adalah karena Neraca Perdagangan Indonesia yang lebih banyak mencatatkan Neraca Perdagangan Defisit ketimbang Neraca Perdagangan Surplus.
Bagi Anda yang belum tahu, Neraca Perdagangan Defisit terjadi ketika Impor lebih besar ketimbang Ekspor, dan Neraca Perdagangan Surplus terjadi ketika Ekspor lebih besar ketimbang Impor.
Sebagai gambaran, selama tahun 2012 hingga 2015, Indonesia lebih banyak mencatat Neraca Perdagangan Defisit (Impor > Ekspor). Karena impor lebih besar ketimbang ekspor, maka mata uang asing lebih banyak digunakan, yang membuat nilai tukar Rupiah cenderung melemah.
Pada tahun 2013 sendiri, Indonesia mencatatkan Neraca Perdagangan Defisit sebesar US$4,1 miliar. Hal ini turut mendorong Rupiah melemah dari Rp9.000-an ke Rp12.000-an seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Sementara sejak tahun 2016-2017, Indonesia lebih banyak mencatatkan Neraca Perdagangan Surplus (Ekspor > Impor). Karena ekspor lebih besar ketimbang impor, maka mata uang Rupiah lebih dominan digunakan, yang membuat nilai tukar Rupiah cenderung menguat dan stabil.
Sebagai gambaran, pada tahun 2017 kemarin Neraca Perdagangan Indonesia Surplus US$11,84 miliar. Untuk informasi tentang pergerakan Neraca Perdagangan Indonesia, Anda bisa lihat trend-nya di sini.
Dollar Amerika Serikat dengan Rupiah Indonesia
Nah, bagaimana dengan tahun 2018 ini? Per Januari 2018 kemarin, Indonesia kembali mencatatkan Neraca Perdagangan Defisit sebesar US$0,67 miliar.
Namun masalahnya tidak hanya itu.
Masalah yang lebih besar adalah dengan rencana The Fed akan menaikkan suku bunga Fed Rate turut memunculkan banyak spekulan menjelang FOMC meetings pada Maret 2018 ini.
Setidaknya dua hal ini lah yang membuat Rupiah bergerak melemah selama 1 bulan ini. Padahal di bulan Januari 2018, Rupiah sempat bergerak menguat karena faktor US Government Shutdown.
Peran Bank Indonesia dalam Menjaga Nilai Tukar Rupiah
Setelah kita mengetahui faktor yang mempengaruhi nilai tukar Rupiah, kita perlu memahami juga bahwa Bank Indonesia memegang peranan penting dalam menjaga nilai tukar Rupiah.
Bank Indonesia sebagai otoritas moneter bertugas menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah.
Dalam menjaga Nilai tukar Rupiah, Bank Indonesia menjaga keseimbangan antara ekspor, impor, hingga permodalan asing yang masuk ke Indonesia. Semakin banyak dana asing yang masuk ke Indonesia, maka membuat nilai tukar Rupiah cenderung menguat.
Nah selepas dari Rupiah yang bergerak melemah di tahun 2013 dan 2015, selama 2 tahun terakhir (2016 & 2017) Bank Indonesia betul-betul menjaga nilai tukar Rupiah agar bergerak stabil di kisaran Rp13.300 an – Rp13.500 an.
Bank Indonesia turut berperan dalam menjaga nilai tukar Rupiah
Tidak heran, seperti yang Anda bisa lihat sendiri, nilai tukar Rupiah yang stabil turut membuat IHSG dalam trend bullish sepanjang tahun 2016 dan 2017.
Menyikapi pelemahan Rupiah belakangan ini, Bank Indonesia sendiri mengaku sudah melakukan intervensi ke pasar dengan menggelontorkan cadangan devisa agar nilai tukar Rupiah tidak terpuruk lebih dalam.
Selain itu, Bank Indonesia sendiri juga sudah memastikan akan terus melakukan intervensi agar pelemahan rupiah tidak sampai ke level Rp14.000. Dengan demikian, kita bisa berharap bahwa pelemahan Rupiah ini hanya bersifat sementara dan tidak berkepanjangan.
Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap IHSG
Di awal artikel ini, kita sempat menyebutkan bahwa Rupiah sempat melemah cukup signifikan di tahun 2013 dan 2015. Di tahun 2013, Rupiah melemah dari Rp9.000-an ke Rp12.000-an. Demikian pula pada tahun 2015, Rupiah melemah dari Rp12.000-an ke Rp15.000-an.
Kalau kita hubungkan antara pelemahan Rupiah dengan pergerakan IHSG, memang terdapat korelasi antara nilai tukar Rupiah dengan IHSG.
Pada periode melemahnya nilai tukar Rupiah tersebut, IHSG sempat melemah dari 4.800-an ke 4.000-an di tahun 2013, dan juga 5.500 ke 4.300-an di tahun 2015.
Jadi secara historical, memang terlihat korelasi positif antara pelemahan Rupiah dengan Pelemahan IHSG. Di mana ketika Rupiah bergerak melemah secara signifikan, maka IHSG akan ikut terkoreksi lumayan dalam.
Untuk lebih jelasnya, Anda bisa lihat korelasi antara Nilai Tukar Rupiah dengan IHSG di bawah ini:
Jika Anda tertarik untuk mengenal apa itu investasi saham, Silahkan download Gratis ebook: Panduan Berinvestasi Saham Untuk Pemula.
Gratis Download Ebook Panduan Berinvestasi Saham Untuk Pemula
Strategi Berinvestasi Menghadapi Pelemahan Rupiah
Saya melihat sebenarnya saat ini masih terlalu dini untuk menyebut Rupiah bergerak melemah. Dibandingkan dengan 2013 dan 2015, maka pelemahan di tahun 2018 ini belum apa-apa.
Ingat di tahun 2013 Rupiah bergerak melemah dari Rp9.000-an ke Rp12.000-an (melemah Rp3.000-an), dan di tahun 2015 Rupiah bergerak melemah dari Rp12.000-an ke Rp15.000-an (melemah Rp3.000-an).
Sementara di tahun 2018 ini, Rupiah baru bergerak melemah dari Rp13.300 ke Rp13.700 (“baru” melemah 400-an).
Meskipun demikian, ada baiknya kita menyiapkan strategi berinvestasi menghadapi pelemahan Rupiah ini.
Secara overall, pelemahan Rupiah ini memang menjadi sentimen negatif bagi Laporan Keuangan Emiten karena akan menimbulkan beban yang lebih besar dibandingkan seharusnya.
Beberapa hal yang bisa kita lakukan sebagai investor:
#1 Cek Bahan Baku Yang Dipakai Perusahaan
Hal pertama yang dapat kita lakukan adalah mengecek apakah perusahaan menggunakan bahan baku berorientasi bahan baku impor?
Tekanan terhadap Rupiah berdampak pada sektor yang mengandalkan bahan baku impor, seperti misalkan sektor pakan ternak yang mengandalkan impor jagung.
Biaya Impor bahan baku akan menjadi lebih mahal akibat adanya selisih kurs ini. Oleh karena itu, hindari perusahaan yang memiliki orientasi bahan baku impor.
#2 Cek Utang Perusahaan
Langkah berikutnya adalah mengecek apakah perusahaan memiliki utang dalam mata uang asing dalam jumlah besar?
Apabila perusahaan memiliki hutang dalam US Dollar, apalagi dalam jumlah besar, hal tersebut akan membebani perusahaan karena biaya bunga yang harus dibayarkan otomatis juga menjadi lebih besar.
Oleh karena itu, hindari terlebih dahulu perusahaan yang memiliki utang dalam mata uang asing dalam jumlah besar.
#3 Cek Pendapatan Ekspor Perusahaan
Selanjutnya, kita dapat mengecek juga apakah Pendapatan Perusahaan berorientasi pada Ekspor?
Di sisi lain, pelemahan Rupiah bisa menjadi berkah bagi beberapa emiten. Terutama emiten yang menjual produknya dalam mata uang US Dollar.
Apabila Perusahaan berorientasi pada ekspor, justru Perusahaan bisa mendapatkan “pendapatan lebih” dari selisih kurs mata uang tadi.
Waspada Terhadap Melemahnya Nilai Tukar Rupiah
Kita sekarang sudah mengetahui bahwa terdapat korelasi antara pelemahan nilai tukar rupiah dengan pelemahan IHSG. Namun demikian, untuk saat ini masih terlalu dini untuk mengatakan Rupiah bergerak melemah.
Bank Indonesia sendiri telah melakukan intervensi untuk menjaga agar nilai tukar Rupiah tidak menembus ke level di atas Rp14.000. Selama Rupiah belum menyentuh Rp14.000 maka masih bisa dikatakan aman.
Oleh karena itu, kita tidak perlu panik secara berlebih dalam menyikapi pelemahan Rupiah ini.
Kita juga bisa memanfaatkan pelemahan Rupiah ini dengan berinvestasi di perusahaan yang memiliki orientasi ekspor, karena Perusahaan yang berorientasi ekspor justru diuntungkan dengan melemahnya nilai tukar Rupiah.
Sebaliknya, hindari terlebih dahulu berinvestasi di perusahaan yang memiliki orientasi menggunakan bahan baku impor dan memiliki utang Dollar AS dalam jumlah besar.
Itulah pembahasan mengenai melemahnya nilai tukar rupiah beserta ancaman dan peluang di baliknya. Dari pembahasan ini pun, Anda bisa menganalisa dan mengambil keputusan investasi Anda.
Selamat Berinvestasi!
Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi Anda dan please share ke teman-teman Anda jika dirasa artikel ini bermanfaat. Terima Kasih.
Sumber Referensi:
Sumber Gambar:
”Artikel ini bersumber sekaligus hak milik dari website finansialku.com. Situs https://ulinulin.com adalah media online yang mengumpulkan informasi dari berbagai sumber terpercaya dan menyajikannya dalam satu portal berita online (website aggregator berita). Seluruh informasi yang ditampilkan adalah tanggung jawab penulis (sumber), situs https://ulinulin.com tidak mengubah sedikitpun informasi dari sumber.”